Komunikasi dalam Pelaksanaan Program Literasi Keuangan Keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI)


Oleh: Moh Faidol Juddi
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Telkom University

Pemerintah Indonesia terus berupaya menekan jumlah kasus pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah di luar negeri dengan upaya menekan laju pengiriman PMI. Upaya ini dilakukan melalui serangkaian program yang bertujuan untuk merubah pola pikir dan perilaku masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah kantong PMI, melalui sinergi pemberdayaan yang meliputi peningkatan literasi keuangan, peningkatan kompetensi kerja dan pelatihan kewirausahaan.

Salah satu kegiatan literasi keuangan yang telah dilakukan oleh pemerintah di kabupaten Cirebon adalah Outreach Program yang ditujukan kepada PMI purna dan keluarga PMI dengan skema pelatihan mandiri. Kegiatan ini bertujuan keterampilan dalam mengelola remitansi dan keuangan sehari-hari secara efektif. Pemerintah membentuk sejumlah trainer yang berasal dari aktivis buruh migran, LSM, dan pemerintah daerah, yang bertugas sebagai fasilitator yang memberikan pendampingan, pelaporan dan kroscek selama program berlangsung. 

Ilustrasi kegiatan literasi keuangan keluarga PMI

Namun, pemerintah sendiri menilai bahwa program ini tidak secara signifikan dapat merubah perilaku masyarakat sasaran program. Penentuan program kesepakatan kerjasama antara dua lembaga pemerintah ini didasari hanya pada proses fact finding dengan studi dokumentasi. Proses ini tidak akan dapat memotret kondisi sasaran program secara real, seperti tingkat pendapatan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, mentalitas rendah, kondisi sosial lingkungan, dan faktor-faktor lainnya tanpa didukung proses wawancara dan observasi. Akibatnya, setelah program pelatihan berakhir, sebagian besar dari peserta tidak melanjutkan kegiatan pencatatan keuangan seperti yang telah dilatihkan.

Selain itu, alur komunikasi antara pemerintah dengan fasilitator yang berlangsung satu arah bermedia, melalui WhatsApp Group (WAG), dinilai kurang efektif. Pemerintah hanya menyampaikan instruksi dan koreksi, sedangkan fasilitator berkewajiban menyampaikan laporan. Hal-hal lain di luar isu tersebut, seperti kendala-kendala yang dialami selama proses pelatihan berlangsung, tidak tercover baik. Dalam suatu program pemberdayaan, seharusnya hal-hal semacam ini dapat disampaikan secara baik melalui konsep komunikasi bottom-up dengan partisipasi dari bawah sebagai ciri khasnya. Di sisi lain, komitmen antara trainer dan peserta pelatihan juga menjadi salah satu faktor penting dalam menyukseskan program ini. Banyak diantara fasilitator yang tidak melaksanakan tugasnya dan membebankan kepada fasilitator lain, meski mereka telah menerima gaji setiap bulan. Begitu juga dengan peserta, banyak diantara mereka yang berusia lanjut atau beralasan malas mengerjakan, menitipkan tugas pelatihannya ke peserta lain.

Faktor keberlanjutan program juga merupakan salah satu faktor penting lainnya. Mengubah pola pikir dan perilaku PMI Purna dan keluarga PMI bukan suatu perkara mudah. Perlu proses secara terus menerus dalam waktu lama untuk menghilangkan kebiasaan lama yang telah tertanam sejak kecil. Setelah Outreach Program selesai dilaksanakan, tidak ada lagi pengawasan dari pemerintah terkait bagaimana perilaku keuangan peserta pelatihan. Hal ini perlu dilakukan sebagai evaluasi dan rencana lanjutan yang perlu ditindaklanjuti kedepannya.

Sumber: Juddi, M. F., Perbawasari, S., & Zubair, F. (2020). Financial literacy improvement program for Indonesian ex-migrant. Library Philosophy and Practice, 1–21. Retrieved from https://bit.ly/3Bjecez


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *